Breaking Down Last Mile Delivery: Konsep, Tren, dan Solusi
Berbicara tentang last mile delivery sebenarnya dipengaruhi oleh tren belanja masyarakat saat ini. Apalagi, belanja online kini menjadi tren yang berkembang pesat di hampir semua lapisan masyarakat. Bahkan, menurut World Economic Forum pertumbuhan last mile delivery diperkirakan akan meningkat hingga 78% di tahun 2030.
Meskipun setiap langkah harus dilakukan dengan serius, tidak ada poin yang lebih diprioritaskan daripada last mile delivery agar konsumen mendapatkan barang dengan kualitas dan kecepatan yang baik. Oleh sebab itu, tantangan para pelaku bisnis online dan logistik saat ini adalah mempercepat pengiriman barang untuk konsumen sekaligus menekan biaya pengiriman itu sendiri.
Apa itu last mile delivery?
Sederhananya, last mile delivery adalah tahap akhir dari proses logistik. Sementara, secara konsep adalah perpindahan barang dari pusat transportasi atau gudang ke tujuan pengiriman akhirnya. Dalam banyak kasus, tujuan akhir itu adalah konsumen akhir seperti rumah-rumah individu. Dengan demikian, tujuan utama last mile delivery adalah mengirimkan barang ke pelanggan secepat mungkin sambil meminimalkan biaya perusahaan. Hal tersebut didorong oleh pasar yang terus berkembang dan permintaan akan pengalaman konsumen yang lebih mudah di berbagai industri seperti e-commerce, makanan, ritel, dan banyak lagi.
Bagaimana ekspektasi konsumen terhadap last mile delivery?
Perkembangan tren belanja online membuat para pelaku bisnis online seperti e-commerce dan pelaku logistik harus menyesuaikan dengan perubahan perilaku belanja sehingga bisa memenuhi keinginan masyarakat. Memang, ketersediaan stok selalu menjadi hal utama, tetapi kini para konsumen juga menginginkan pengiriman yang cepat. Sebanyak 80% konsumen di Asia Tenggara menginginkan same day delivery. Sementara itu, 61% lainnya menginginkan paket mereka sampai lebih cepat dalam waktu 1-3 jam sejak dipesan.
Kemudian, berdasarkan hasil riset iPrice pertumbuhan e-commerce di Indonesia adalah yang paling kuat selamat lima tahun terakhir, yaitu sebesar 10,3%. Namun, tetap kendala pengiriman paket menjadi tantangan terbesar. Jika dibandingkan dengan Singapura, Thailand, dan Vietnam, konsumen Indonesia merasa tidak lebih puas dengan pengalaman pengiriman paket yang dibelinya. Sebanyak 44,3% konsumen Indonesia memberikan rating 3 kebawah terkait layanan pengiriman paketnya. Keluhan tersebut biasanya seputar kurangnya respon customer service dan keterlambatan pengiriman barang dari estimasi waktu yang dijanjikan.
Masih menurut iPrice, lebih dari 80% konsumen di Asia Tenggara memberikan rating 1 bintang terkait minimnya update status yang diberikan mulai dari barang diantar hingga diterima oleh mereka. Di samping itu, masih adanya 1,48% persen keluhan paket yang diterima dalam keadaan rusak.
Oleh sebab itu, seiring dengan tren belanja online dan meningkatnya kebutuhan, konsumen menginginkan proses pengiriman barang yang lebih cepat, tepat, aman, dan nyaman dengan kualitas terbaik.
Berapa biaya last mile delivery?
Manajemen last mile delivery dapat menjadi sangat mahal. Buktinya, hal ini dapat dilihat dari data Business Insider yang menunjukkan biaya untuk last mile delivery bisa mencapai 53% dari total keseluruhan biaya pengiriman. Selain itu, last mile delivery juga memakan biaya hingga 41% dari total biaya supply chain. Dengan kata lain, setengah dari biaya pengiriman dan rantai pasokan bisnis dihabiskan untuk proses last mile delivery. Belum lagi, jika dikenakan dengan biaya tak terduga seperti biaya untuk pengembalian barang (return shipping) atau keterlambatan pengiriman barang karena salah alamat dan barang rusak.
Sementara itu, di Indonesia biaya logistiknya mencapai 24% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Karena itulah, Indonesia menjadi negara dengan biaya logistik termahal di Asia. Dengan demikian, besarnya biaya ini menjadi salah satu tantangan terbesar dan pelaku bisnis perlu menerapkan inovasi strategis agar dapat mengefisienkan biaya operasional.
Teknologi sebagai solusi untuk tantangan last mile delivery
Sebuah solusi di depan mata yang mudah untuk diterapkan adalah adopsi teknologi. Terlebih, dengan maraknya “gratis ongkir” konsumen semakin enggan membayar biaya pengiriman sehingga memaksa para pelaku bisnis dan mitra logistik untuk menanggung biaya tersebut. Selain itu, perkembangan era digital juga membuat konsumen terbiasa menggunakan aplikasi digital. Dengan demikian, last mile delivery cocok menjadi tempat pertama untuk menerapkan teknologi baru yang mendorong efisiensi pengiriman dan kepuasan konsumen. Oleh sebab itu, MileApp hadir untuk menjawab berbagai tantangan logistik, termasuk yang terjadi di last mile delivery. Digitalisasi proses last mile di MileApp tergolong sangat mudah.
Secara umum, ketika barang-barang dari pabrik tiba di pusat transportasi atau gudang maka MileApp akan melakukan scan untuk di input otomatis pada web dashboard. Selanjutnya, para kurir/petugas pengantar ditugaskan secara otomatis untuk mengirimkan barang-barang tersebut ke konsumen akhir. Pembagian tugas tersebut bisa berdasarkan optimasi rute paling efisien (auto dispatch dan route optimization). Selain itu, untuk meningkatkan optimasi pengiriman barang juga dapat menggunakan load optimization sehingga kapasitas kendaraan dapat diisi optimal berdasarkan volume dan berat barang. Di tahap akhir, kurir atau petugas pengantar hanya tinggal mengantarkan barang ke konsumen. Kemudian, mendokumentasikan tanda tangan dan foto bukti melalui aplikasi MileApp di smartphone masing-masing. Maka dari itu, kemudahan dan kelengkapan platform MileApp membuat kami dipercaya oleh berbagai industri dengan berbagai bisnis proses yang berbeda.
Sebanyak 55% konsumen bersedia mengganti ke brand lain yang menawarkan pengiriman yang lebih cepat. Jadi, inilah saat yang tepat mengadopsi teknologi logistik untuk meningkatkan efisiensi proses pengiriman last mile dari sisi biaya, waktu, dan kualitas layanan sehingga kepuasan konsumen tetap terjaga.
Jadwalkan demo
Isi form di bawah dan tim kami akan segera menghubungi Anda.