Dampak Corona: Pergeseran Usaha Logistik dan Perilaku Konsumen

Virus Corona atau Covid-19 sukses membuat dunia super sibuk dengan kondisi negaranya masing-masing. Dampak Corona terasa di hampir semua sektor kehidupan, seperti sektor ekonomi, logistik, pekerjaan, peribadatan, hingga sosial. Covid-19 sendiri pertama kali dilaporkan muncul di Kota Wuhan, Cina pada tanggal 31 Desember 2019. Setelahnya, beberapa negara melaporkan kasus serupa. Hingga 16 April 2020, total kasus di seluruh dunia sudah menembus angka 2 juta jiwa yang tersebar di 209 negara.
Proses penularannya yang cepat tanpa memandang usia dan batas negara membuat virus ini segera menyandang status pandemi oleh badan kesehatan dunia World Health Organization (WHO). Oleh sebab itulah, metode #jagajarak atau bahasa umumnya social distancing dan physical distancing digalakkan untuk membuat kurva penyebaran Covid-19 landai dan menyudahi isu pandemi ini.
Demi mewujudkan kurva landai tersebut, beberapa metode #jagajarak dilakukan berbagai negara dunia, termasuk di Indonesia. Work From Home (WFH), Study From Home (SFH), penutupan tempat-tempat publik, hingga pembatasan penggunaan transportasi adalah beberapa cara yang dilakukan di Indonesia. Pada skala besar, negara-negara memilih opsi pembatasan pergerakan dengan metode lockdown dan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) seperti yang diterapkan di Indonesia mulai 10 April 2020.
Usaha pemutusan rantai Covid-19 tersebut tentunya membawa dampak kepada perilaku manusia. Pembatasan pergerakan membuat manusia berusaha memenuhi kebutuhan dan melaksanakan usahanya melalui cara-cara yang jauh dari kontak fisik. Solusi yang paling dicari dan digunakan pada saat ini adalah penggunaan teknologi. Berbagai sumber data menunjukkan adanya kenaikan penggunaan teknologi, mulai dari pekerjaan hingga pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Misalnya saja dengan penggunaan platform meeting online hingga platform belanja online.
Peningkatan konsumsi online dan pengiriman last mile delivery
Imbauan #dirumahaja menggeser kebiasaan berbelanja masyarakat yang semula ke mall atau pasar kini secara online melalui e-commerce. Tren ini terlihat di hampir seluruh dunia dengan peningkatan signifikan ada pada kategori produk sanitasi dan kesehatan. Di Amerika, penjualan produk kesehatan mengalami kenaikan yang signifikan di bulan Februari 2020. Hand Sanitizer mengalami kenaikan dari 54% menjadi 73% dan masker medis dari sebelumnya 78% mengalami kenaikan menjadi 319%.
Sementara di Indonesia, hand sanitizer mengalami peningkatan hingga 531% di bulan Februari, produk sabun mengalami peningkatan hingga 304%, dan tisu basah dengan peningkatan mencapai 227%. Angka tersebut terus meningkat seiring dengan semakin ketatnya pemberlakuan #dirumahaja. Diperkirakan untuk kedepannya penjualan tisu basah akan mengalami peningkatan sebesar 719,63%. Peningkatan tersebut tentunya bukan tanpa sebab. Penelitian terbaru dari Dr Kalisavar Marimuthu menemukan bahwa tisu basah lebih direkomendasikan untuk membersihkan permukaan dibandingkan dengan membersihkan tangan.
Peningkatan perilaku konsumsi online selama #dirumahaja turut mempengaruhi sektor logistik untuk last mile delivery. Semakin banyak orang yang memilih opsi home delivery untuk berbagai barang kebutuhannya. Misalnya di pusat kota Prancis yang terjadi peningkatan untuk layanan home delivery hingga 73,8%.
Di Indonesia, salah satu yang paling terlihat adalah pada perusahaan pengiriman bahan pangan segar. TaniHub mencatat penambahan 20 ribu pengguna dalam beberapa hari terakhir. Begitupun dengan Sayurbox yang mengalami lonjakan pesanan hingga melakukan penambahan titik pasokan area pertanian di Jawa Barat dan sekitarnya.

Sementara Paket ID sendiri mencatat bahwa terjadi peningkatan jumlah pengiriman sejak diumumkannya kasus Corona pertama kali di Indonesia pada tanggal 2 Maret 2020. Peningkatan terjadi baik di sektor jumlah pengiriman maupun jumlah kurir yang bertugas. Volume pengiriman meningkat sebesar 8,33% dengan peningkatan kurir aktif sebanyak 2,7%.
Dengan lonjakan peningkatan permintaan konsumen yang terjadi di berbagai negara maka diperkirakan angka tersebut akan terus naik di tengah pandemi ini, terutama untuk kebutuhan pangan dan kesehatan.
Tantangan Logistik di Tengah Pandemi Corona

Perubahan perilaku konsumen di tengah wabah Corona berdampak pada tren penjualan produk online, terutama untuk produk sanitasi kesehatan dan bahan pangan dengan daya simpan tinggi. Akibat lonjakan permintaan tersebut juga memengaruhi bisnis logistik. Lonjakan permintaan berarti bahwa adanya penambahan konsumen yang berarti juga titik geografis pengiriman yang lebih luas. Perusahaan perlu menyeimbangangkan dengan mengalokasikan lebih banyak tenaga kerja dan armada kendaraan.
Hal ini menjadi tantangan sekaligus kesempatan untuk pelaku logistik maupun e-commerce asalkan perusahaan mampu untuk beradaptasi dengan cepat dengan mengalokasikan lebih banyak tenaga kerja dan armada kendaraan yang terintegrasi dengan teknologi. Teknologi seperti logistics software merupakan kunci untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi dari proses operasional logistik. Salah satu logistics software terbaik di Indonesia adalah Mile App. Melalui Mile App, pengiriman dapat menerapkan route optimization sehingga pengemudi bisa mencapai lokasi tujuan dengan rute yang lebih efisien. Proses operasional logistik yang terintegrasi secara real time antara stok barang, sistem pengantaran, dan manajemen transportasi yang terangkum dalam big data analytics.
Di tengah tantangan ini, logistik memiliki peran vital yang menyangkut kepentingan bersama. Oleh sebab itu, perlu adanya kolaborasi yang kokoh antar berbagai pihak demi menjaga rantai pasok sehingga kebutuhan masyarakat tetap terpenuhi dan keadaan #jagajarak tetap kondusif.
Mile App adalah platform logistik yang menyediakan ragam solusi untuk memudahkan kegiatan operasional sehari-hari dengan fitur seperti route optimization, real-time dashboard, dan e-POD.